Sabtu, 14 desember 2013 menjadi pagi yang membuat gue harus cukup menahan sakit sampe seharian bahkan ketika udh dirumah sekalipun. Yap pagi itu gue jatoh dri motor (lagi). Ini udh bukan yang pertama kalinya gue jatoh dri motor, setelah sebelumnya gue pernah jatoh sampe membuat tangan kiri gue patah, trus jatoh lagi pas mau masukin tuh motor ke dlm rumah sampe bikin kaki gue yg mulus ini penuh dengan warna biru yg lama banget baru ilang, ehm ada lagi jatohnya waktu mau brangkat ke kantor dan luka di lutut lagi. Yahh dan ini juga udh bukan pertama kalinya bokap ngomelin gue krna jatoh. Ngomelnya gk gimana” sih, paling cuman “kamu itu kenapa sih sering banget naik motor jatoh melulu, ngantuk??” atau “kan udh papi bilang jangan pake rem depan”
Kalo ditnya knpa gue sering banget jatoh gue juga gk tau knpa. Gue paling cuman bisa ngasih jawaban “yah nama nya juga musibah” atau “gue juga gk mau kok jatoh”. Tapi yah memang cuman itu kan jawaban nya, mau ngarang apa juga kalo udh nama’a musibah dan takdirnya jatoh yah jatoh aja kali. Mau tuh org sejago apa juga bawa motornya pasti pernah dan akan jatoh. Pembalap macem rossi aja bisa jatoh lah gimana gue ??
Sekalipun kita udh terbiasa naik motor atau mobil sekalipun tetep aja yg nama nya resiko mah gk akan ilang , resiko jatoh dri motor, resiko ditilang polisi, resiko ban motor pecah, dll. Sama aja kyk cinta (eaaa, nyambungnya kesini). Sekalipun udh sering banget lo jatuh cinta ama seseorang resikonya bakalan sama aja kyk baru sekali atau dua kali lo sayang sama orang. Resiko diduain, resiko diboongin, atau resiko ditinggalin sekalipun. Ketika jatoh dri motor dan terluka itu akan menimbulkan sakit ataupun luka dan luka itu butuh waktu buat nyembuhinnya, gk cuman waktu buat nyembuhin lukanya doang tapi buat ngilangin bekasnya juga, sama kyk cinta yang ketika kita merasakan yang nama nya patah hati , hati kita membutuhkan waktu untuk nyembuhin luka nya dan menghilangkan bekas nya, dan itu semua gk instan, gk cepet.
Sakit yang lagi gue rasain difisik gue ini kmrn membuat gue berpikir sejenak. Kalo luka di bagian tubuh yang keras dan terdiri dari tulang” kita ini aja bisa sakit banget dan kadang membuat gue jadi gk bisa ngapa”in karna sakitnya ,gimana sama hati yah? Hati itu kan lembut dan sangat sensitif, kalo sedikit luka aja pasti sakit gimana kalo dia sobek pasti sakit banget dan memang butuh waktu yg lama untuk membuat dia kembali bnr. Lagi-lagi biarpun bener tapi bekasnya gk akan bisa ilang 100%, pasti msh ada bekasnya kok.
Haha, jujur gue nulis ini juga sbnrnya gk kena ama prasaan gue sendiri sih.. Kok kyknya absurd banget gtu gue nyambung”in

Ini bukan yang pertama, duduk sendirian dan memerhatikam seberapa tulisan berlalu-lalang. Setiap abjad yang tersusun dalam kata terangkai menjadi kalimat, dan entah mengapa sosokmu selalu berada disana, berdiam dalam tulisan yang sebenarnya enggan aku baca dan aku defenisikan lagi. Ini bukan yang baru bagiku, duduk berjam-jam tanpa merasakan hangatnya perhatianmu melalui pesan singkat. Kekosongan dan kehampaan sudah berganti-ganti wajah sejak tadi, namun aku tetap menunduk., mencoba tak memedulikan keadaan. Karena jika aku terlalu terbawa emosi, aku bisa mati iseng sendiri.
Tentu saja, kamu tak merasakan apa yang aku rasakan, juga tak memiliki rindu yang tersimpan rapat-rapat. Aku sengaja menyembunyikan perasaan itu, agar kita tak saling mengganggu. Bukankah dengan berjauhan seperti ini semua jadi lebih berarti? Seakan-akan aku tak pernah peduli, seakan-akan ak tak mau tahu, seakan-akan aku tak memiliki rasa perhatian. Bagiku, sudah cukup seperti ini, cukup aku dan kamu, tanpa kita.

Kali ini aku tak akan menjelaskan tentang kesepian, atau bercerita tentang banyak hal yang mungkin saja sulit kau pahami. Karena aku sudah tau, kamu sangat sulit diajak basa-basi apalagi jika berbicara soal cinta mati. Aku yakin kamu akan menutup telingan dan membesarkan volume lagu-lagu yang bernyanyi bahkan tanpa lirik yang tak bisa kau terjemahkan sendiri. Aku tidak akan tega membebanimu dengan cerita-cerita absurd yang selalu kau benci. Seperti dulu, saat aku bicara cinta, kau malah tertawa. Seperti saat kita masih bersama, ak berkata rindu namun kau tulikan telinga.

Hanya cerita sederhana yang mungkin ntak ingin kau dengar sebagai pengantar tidurmu. Kamu tak suka jika kuceritakan tentang air mata bukan? Bagaimana kalau kuahlikan air mata menjadi senyum pura-pura? Tentu saja kau tak akan melihat nya, sejauh yang aku tau kamu tidak peka. Dan mungkin saja sifat burukmu msh sama, walaupun kita sudah lama berpisah dan sudah lama tak saling bertatap mata.

Entah mengapa, akhir-akhir ini sepi sekali. Aku seperti berbisik dan mendengar suaraku sendiri. Namun, aku msh saja heran, dalam gelapnya malam ternyata ada bnyak cerita yang sempat terlewatkan. Ini tentang kita. Ah... sekarang kamu pasti sedang membuang muka, tak ingin membuka luka lama. Aku pun begitu, tak ingin menyentuh bayang-bayangmu yang samar, tak ingin mereka-reka senyum indahmu yang tak seperti dulu.
Kalau aku boleh jujur, kata “dulu” begitu akrab diotak, pikiran, dan telingaku. Seperti ada sesuatu yang terjadi, sangat dekat, sangat mendalam, sampai-sampai tak mampu terhapus begitu saja oleh angkuh nya waktu dan jarak. Sudah kesekian kali, aku diam-diam menyebut namamu dalam sepi, dan membiarkan kenangan terbang mengikuti gelitik manja angin, tertiup jauh namun mungkin akan kembali.

Wajah baruku bisa kaulihat sendiri, terlihat lebih baik dan lebih hangat daripda saat awal perpisahan kita. Bicara tentang perpisahan, benarkah kita memang telah berpisah? Benarkah kita sudah saling melupakan? Jika memang ada kata “saling”, tapi mengapa hatiku msh terus ingin mengikatmu? Dan mengapa hingga saat ini kamu tak benar-benar menjauh? Kadang, jarak tak menjadi alasan untuk kita saling berbagi. Dalam serba ketidakjelasan, aku dan kamu masih saja menjalani...menjalani sesuatu yang tak tau harus di sebut apa. Tapi, katamu msh ada rasa nyaman ketika kita kembali berdekatan. Terlalu tololkah jika kusebut belahan jiwa? Keterikatan aku dan kamu tak ada dalam status, tapi jiwa kita, napas kita, kerinduan kita, miliki denyut dan detak yang sama.

Tidak usah dibawa serius, hanya beberapa rangkaian paragraf bodoh untuk menemani rasa sepi yang sudah lama sekali datang menghantui. Sejak kamu tak lagi disini, sejak aku dan kamu memilih jalan sendiri-sendiri , aku malah sering main dengan sepi,sulit untuk dipungkiri.

Tulisan indah diatas ini saya dapatkan dari blog seorang teman ; dwitasarii.blogspot.com
Jesika Nila Weni 2010 - 2015. Diberdayakan oleh Blogger.