Let Me Ngumpet....Please!!

/
0 Comments
'Let Me In': Hantu Cilik yang Berpindah-pindah
Film remake sebenarnya tidak bisa diperbandingkan dengan film aslinya karena ia adalah film baru yang harus dinilai dalam konteks baru pula. Apabila tidak, kebanyakan orang akan merasa kecewa karena bagaimana pun versi 'asli' dianggap jauh lebih baik daripada versi Hollywood. Hal ini berlaku juga untuk film 'Let Me In', sebuah film garapan Matt Reeves yang merupakan remake dari film vampir Swedia, 'Let the Right One In' (Åt den rätte komma in)
Film tersebut dibuat dan diedarkan pada 2008, sesaat sebelum trilogi 'Twilight' yang menaikkan kembali popularitas vampir beredar. 'Let the Right One In' sendiri merupakan bagian dari naiknya popularitas film-film horor Swedia di Eropa dan kemudian di seluruh dunia, selain tren novel-novel thriller macam 'Millenium Trilogy' sejak lima tahun terakhir.
'Let the Right One In' versi Swedia berkisah tentang Oskar, anak laki-laki berumur 12 tahun yang tinggal dengan orang tua tunggalnya di Stockholm, ibukota Swedia. Oskar yang kesepian dan sering dianiaya oleh teman-teman sekolahnya menemukan hiburan pada seorang anak perempuan yang baru pindah di apartemen sebelahnya, bernama Eli. Digambarkan berasal dari Rusia, Eli ternyata vampir yang selalu membutuhkan darah manusia untuk meneruskan hidupnya.
Dalam versi Hollywood (dikerjakan oleh sutradara Matt Reeves), film ini mengambil setting di Los Alamos, New Mexico. Sosok Owen (Kodi Smit-McPhee) menggantikan Oskar. Ia berteman dengan Abby (Chloe Moretz), anak perempuan yang baru saja pindah bersama sang ayah. Owen yang sering dianiaya teman-teman sekolahnya dan diabaikan oleh kedua orangtuanya yang akan bercerai menganggap Abby bisa jadi teman dan bahkan pacarnya. Sayangnya, Owen harus menghadapi kenyataan bahwa Abby bukanlah manusia, melainkan vampir.
Seperti juga Oskar, Owen melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana sang vampir membunuh mangsa-mangsanya. Namun cinta (dan keputusasaan) Owen jauh melebihi akalnya sehingga ia pun mau melakukan apa pun untuk Abby. Sebagai film Hollywood, 'Let Me In' sangat emosional dan mampu membangkitkan perasaan seram. Bukan hanya karena pembangunan karakter dan skenario yang cukup meyakinkan, namun juga tampilan gambar-gambar yang mengerikan.
Namun, dibandingkan dengan 'Let The Right One In', versi baru ini terasa lebih Amerika dengan cara bertutur dan konteks hubungan sosial yang lebih cair dan populer. Hal ini tentu saja sangat sulit didapatkan dalam versi 'Let the Right One In' karena film Swedia ini benar-benar mampu menggambarkan kesunyian musim dingin dan hubungan manusiawi karakter-karakter di lanskap Eropa Utara macam Swedia.
Dengan penekanan pada pembangunan karakter dan minimnya dialog, serta tentu saja setting Swedia yang sangat dingin dipenuhi dengan salju dan perasaan melankoli, film 'Let the Right One In' terasa sangat menggigit. Kita pun tidak dibawa ke dalam cerita menakutkan tentang vampir, tapi lebih pada hubungan yang sangat sulit dan kesepian akut dari karakter Oskar dan Eli.
Metafora politik yang sering muncul dalam film horor pun tentu saja dengan mudah terbaca dalam film versi 'Let the Right One In'. Versi Swedia ini merupakan gambaran yang sangat subtil tentang ketakutan akan percampuran dengan kaum imigran (dilambangkan dengan Eli dan ayahnya yang berasal dari Rusia) terhadap penduduk asli Swedia (kulit putih).
Pembacaan seperti itu tentu saja absen dari 'Let Me In' karena Hollywood menetralisasikannya dan menjadikan film sekadar hiburan semata. Dan untuk tujuan itu, Hollywood telah berhasil. Bagi penonton yang mengharap lebih, versi Swedia 'Let The Right One In' tentulah versi yang lebih bisa memenuhi dibandingkan versi populer dalam 'Let Me In'.
bLom pernah cie lyat film nie tapi kalo dari ceritanya mirip kyk Twilight cuma versi anak kecil'a.
Mau cari kasetnya ahh....


You may also like

Tidak ada komentar:

Jesika Nila Weni 2010 - 2015. Diberdayakan oleh Blogger.